Novel The Moon That Embraces The Sun - Bab 5
Karakter Yeom,
Woon dan Yang Myeong mengingatkan saya pada karakter Lee Sun
Joon, Moon Jae Shin dan Gu Yong Hwa dari Sungkyunkwan Scandal.
Di bab 5 ini, kesamaan karakter itu benar-benar terlihat saat tiga dari Jalgeum
Quartet ini bertemu.
Novel The Moon That Embraces The Sun
– Bab 5
Bahkan saat
Woon sedang membaca buku, ia tak dapat mengenyahkan pikiran mengapa Seol
memperhatikan rumah Yeom waktu itu. Ia sepertinya baru saja pulang bepergian,
dan Woon menduga kalau kepergian Seol berkaitan dengan Yeom yang juga baru saja
pulang hari ini.
Yeom datang
menemui Woon, dan Woon langsung bangkit dengan kepala tertunduk untuk
menyambutnya. Yeom juga menundukkan kepala dengan hormat. Walaupun kelas Woon
lebih rendah darinya, Yeom selalu menghargai Woon.
“Maaf telah
membuatmu menunggu. Padahal kau pasti sedang sibuk dengan tugas kerajaan.”
“Tak
apa-apa. Aku sedang membaca buku yang bagus saat menunggumu. Apakah
perjalananmu menyenangkan?”
“Ya,
semuanya berkat dirimu. Ayo kita menuju ke paviliun.”
Kedua pria
itu duduk berhadapan dan menikmati teh. Walaupun Woon lebih muda daripada Yeom,
tapi ia adalah guru beladirinya Yeom. Namun karena minat Yeom hanya tertuju
pada akademik, ilmu pedangnya tak pernah mengalami kemajuan.
“Yang Mulia
ingin bertemu denganmu. Aku datang membawa pesan agar kau mengunjunginya di
istana.”
“Sudah
seharusnya aku melakukan itu. Begitu banyak kabar miring yang tentang sakitnya
Baginda Raja.”
Woon, yang
masih merasa tak enak karena bertemu dengan Seol, akhirnya mengutarakan pikirannya.
“Apakah kau
bepergian sendiri?”
“Aku pergi
bersama dua pelayan rumahku.”
Tindak
tanduk Yeom yang kalem menunjukkan kalau ia tak sedang berbohong. Tapi
seakan-akan teringat sesuatu, Yeom bertanya apakah pihak kerajaan
membuntutinya?
“Apa? Apa
maksudmu?”
“Sepanjang
perjalanan, aku merasa seperti diikuti seseorang. Tapi sepertinya penguntitku
itu tak memiliki maksud jahat. Kupikir ada seseorang diutus kerajaan untuk mengawasi
perjalananku.”
“Tentu saja
tidak. Mana mungkin kami berani memeriksa menantu kerajaan yang bepergian atas
seijin Baginda Raja?”
“Benarkah?
Aku pasti salah sangka.”
Tapi setelah
mendengar cerita Yeom, Woon menjadi semakin merasa aneh.
“Hei! Apakah
saudara ipar kerajaan telah kembali?” mendadak Pangeran Yang Myeong datang dan
mendekati Yeom dengan riang dan tangan terbuka, topinya tergantung di punggung.
Terlebih saat ia melihat Woon, tawanya semakin riang.
“Siapa ini?
Pengawal Raja. Alangkah beruntungnya aku dapat melihat kalian berdua. Aku sudah
hampir mati karena rindu pada kalian!”
Yeom dan
Woon berdiri menyambut Pangeran Yang Myeong. Yeom bertanya, “Apa yang membawamu
datang tanpa pemberitahuan terlebih dahulu?”
“Mendengar
berita kalau saudara iparku sudah kembali ke Hanyang, aku langsung lari kemari
tanpa mengirimkan pesan terlebih dahulu. Aku sangat gembira ingin melihatmu
sehingga aku tak punya waktu memperhatikan tata krama. Saudara ipar, tanpamu
Hanyang seperti anggrek yang tak wangi.”
Yang Myeong
mendekati Woon dengan tangan terbuka lebar untuk memeluknya, tapi Woon hanya
menundukkan kepala.
“Benar-benar
orang yang kaku. Harapanku hanyalah satu, memelukmu dengan kedua tanganku. Jika
saja tanganmu tak berpedang, aku akan memelukmu dengan paksa. Tapi karena aku
masih ingin hidup ..”
Kali ini Yang Myeong mempersiapkan diri untuk
memeluk Yeom, tapi ia tiba-tiba berhenti dan celingak celinguk melihat ke
sekelilingnya.
“Aku
berharap dapat meraihmu dalam pelukanku, tapi aku takut kalau putri mengintai
kita dari suatu tempat, dan lari ke sini untuk memukuliku..”
Melihat
senyum Yeom, Yang Myeong juga tersenyum. Tak seperti Yeom dan Woon yang duduk
tegak, Yang Myeong melempar topinya dan duduk seenaknya. Dan seperti
sebelum-sebelumnya, Yang Myeong memandang gedung tambahan dari kejauhan dengan
sedih.
Yeom
memberikan secangkir teh dan bertanya apakah Yang Myeong datang kemari dengan
memakai topi seperti itu.
“Tak ada
seorangpun yang mengatakan aku bukan anggota kerajaan jika aku memakai topi
seperti ini. Seberapa keras aku berusaha, label kerajaan tak akan pernah bisa
kulepaskan. Tapi bagaimanapun juga, kekesalan yang kurasakan tak sebanding
dengan dirimu. Benar-benar bakat yang sia-sia.”
Woon tetap
meminum tehnya tanpa perubahan ekspresi sedikitpun dan Yeom hanya tertawa tanpa
suara. (Catatan : menantu kerajaan dilarang mengikuti segala aktivitas politik
maupun mengejar karir akademis agar tak mengancam kekuatan raja maupun tahta.
Maka dari itu, biasanya orang-orang yang berbakat dan mampu berperan dalam
kerajaan tak pernah dipilih menjadi menantu kerajaan. Sebaliknya, Yeom yang
pintar harus menyia-nyiakan bakatnya karena menikah dengan anggota kerajaan).
Woon meminum
habis tehnya dan beranjak untuk pergi. Yang Myeong menarik tangannya
mencegahnya pergi.
“Sudah mau
pergi? Sangat susah bagi kita untuk bertemu seperti ini.”
“Aku
meninggalkan pos terlalu lama.”
Yang Myeong
terkekeh sedih dan melepaskan tangan Woon. “Yang Mulia juga meminta dirimu
hanya untuk dirinya sendiri. Ia menyuruhmu tetap di sampingnya dan tak mau
melepaskanmu… Aku merindukan saat-saat dimana kita bertiga berlatih pedang di
sini.
Yeom dan
Yang Myeong menatap Woon yang beranjak pergi. Yang Myeong berkata, “Jewoon, ..
semakin hari semakin tampan saja. Dan aku yakin ilmu pedangnya juga semakin
meningkat.”
“Ia juga
pintar dalam bidang akademis. Benar-benar sia-sia.”
“Ya.
Mengenalmu dan Jewoon benar-benar sebuah anugrah untukku.”
“Tapi kenapa
kau tak menikah lagi?” (Pangeran Yang Myeong menjadi duda setelah kematian
istrinya dua tahun yang lalu).
“Belum juga tiga tahun setelah kematiannya
(masa berkabung adalah selama tiga tahun). Hukum sudah menetapkan kalau kita
harus menunggu setidaknya tiga tahun untuk menikah lagi.”
“Pria
seperti itu sangatlah jarang.”
Pangerang
Yang Myeong menatap ke gedung tambahan sekali lagi dan berkata, “Jika ada wanita
yang lebih cantik darimu, aku akan menikah lagi secepatnya. Jika ada wanita
sepertimu .. Walaupun aku tahu bangunan itu telah kosong, aku tak dapat
mengalihkan pandanganku dari sana. Walaupun aku tak boleh membicarakannya..”
“Ya, kau
memang tak boleh membicarakannya. Tolong lihatlah ke arah lain.”
Yeom hanya
duduk dan memandang cangkir tehnya.
“Maafkan aku
karena mengatakannya. Padahal aku tidak minum, tapi sekarang aku malah mabuk.”
Dan dalam keheningan, kedua pria itu meminum tehnya.
xxxx
Kenyataan :
Hwon naik tahta 4,5 tahun yang lalu
ketika ia berumur 19 tahun. Secara turun temurun, jika raja naik tahta sebelum
umur 20 tahun, Ibu Suri atau Ibu Suri Kerajaan akan memegang tampuk
kepemimpinan hingga Raja cukup umur. Dan parahnya lagi, penampilan Hwon
kelihatan lebih muda daripada usia yang sebenarnya. Maka Menteri Papyeong
(mertua Hwon) dan Ibu Suri Kerajaan (nenek Hwon) bersikeras untuk memegang
tampuk kekuasaan.
Hwon menunggu kesempatan untuk
mempraktekkan kekuatannya sebagai raja dan kesempatan itu datang saat rapat
untuk memutuskan gelar anumerta bagi raja yang terdahulu. Dewan lupa memasukkan
gelar Hwon di dalam namanya, tapi Ibu Suri Kerajaan tak menangkap kelalaian
itu. Hwon mendadak menyerang, “Beraninya kau menipu Ibu Suri Kerajaan! Ini adalah
usaha penghinaan yang tak hanya ditujukan pada ibu suri kerajaan, tapi juga
kepadaku, Raja dari kerajaan ini!”
Ia berbalik melihat Perdana Menteri
Kiri, yang juga sepupu Ibu Suri Kerajaan dan merupakan sosok penting dari faksi
itu kemudian bertanya, “Perdana Menteri Kiri, siapakah rajamu?”
Mendongak kaget, Perdana Menteri
Kiri terbata-bata menjawab, “Tentu saja Paduka Yang Mulia yang berdiri di
hadapan hamba.”
Untuk beberapa saat, Hwon terdiam .
Kemudian ia berteriak marah, “Siapa yang memberimu ijin untuk melihat wajahku?”
“Apa? Apa yang Paduka maksud..”
“Beraninya kau menatap wajahku tanpa
ijin dariku!” (Catatan : Adalah sebuah pengkhianatan jika melihat wajah Raja
tanpa seijinnya).
Hwon langsung memenjarakan Perdana
Menteri Kiri, dan tak lama kemudian mengirimnya ke pengasingan. Hanya satu
bulan setelah Ibu Suri Kerajaan memegang tampuk kekuasaan, Hwon telah
mendapatkan kekuasaan itu kembali ke tangannya. Tapi kekuasaan itu tak bertahan
lama karena kesehatannya mulai memburuk tak lama setelahnya.
Mendengar
Yeom sudah datang ke istana, wajah Hwon menjadi sumringah.
“Apa yang
membuatmu begitu lama datang kemari? Aku telah mendengar berita kalau kau sudah
tiba di Hanyang beberapa hari yang lalu. Apakah kau tak ingin muncul di
hadapanku?”
“Tidak, Yang
Mulia. Hal itu karena saya terlalu asyik dengan buku-buku yang tak dapat saya
baca di perjalanan.
Ketika mata
Yeon bertemu dengan mata Woon yang berdiri di belakang raja, ia tersenyum
lembut ke arahnya. Woon mengangguk kecil membalasnya.
Yeom melakukan
penghormatan dengan membungkuk sebanyak 4 kali (4 kali adalah penghormatan
kepada raja). Dan Hwon bersikeras untuk membungkuk tiga kali kepada Yeom.
“Walaupun
aku adalah raja, aku tahu bagaimana bersopan santun kepada guruku. Kau akan
tetap menjadi guruku.”
“Saya berada
di posisi itu hanya sesaat.”
“Walaupun
sesaat, aku mempelajari lebih banyak ilmu darimu dibandingkan dengan guru-guru
lainnya. Tak ada satupun ide atau pemikiranku yang tak dipengaruhi oleh
ajaranmu.” Bertahun-tahun yang lalu, ketika Hwon masih menjadi Putra Mahkota
yang bermasalah, Yeom ditugaskan untuk menjadi gurunya.
Yeom
tersenyum riang, “Saya lega Paduka tampak sehat.”
“Ketika
memerintah, orang yang selalu kuingat bukanlah ayahku, tapi dirimu. Senyummu
itu. Dan orang yang paling kutakuti juga dirimu.”
Tanpa kata
yang terucap, Yeom tetap tersenyum.
“Kenapa kau
tak mengatakan kalau orang yang kutakuti seharusnya bukan dirimu, tapi
orang-orangku. Aku ingin mendengar suaramu yang jelas. Aku masih tak dapat
memahami ayahanda. Ia menghargai bakatmu lebih dari yang lain. Tapi ia malah
memilihmu sebagai menantu kerajaan.. Jika kau tak menjadi menantu kerajaan kau
akan menjadi pejabat yang mumpuni dan membantuku sekarang.. menegurku namun
juga memberiku kekuatan. Atau jika tidak, kau dapat bekerja untuk pengembangan
literatur. Semakin aku memikirkannya, semakin aku tak percaya.”
Tapi Yeom
tetap bungkam.
“Apakah kau
menikmati perjalananmu?”
“Terima
kasih pada Paduka, perjalanan saya sangat menyenangkan.”
“Apakah itu
sebulan yang lalu? Peringatan kematian Yeon Woo ..”
Yeom
meletakkan cangkirnya ke atas meja. Hwon melanjutkan kata-katanya dengan wajah
muram.
“Aku menduga
itulah alasanmu melakukan perjalanan ini. Karena kau tak dapat melupakan ..”
“Nama itu
tak seharusnya Paduka ingat. Nama itu tak seharusnya Paduka ucapkan. Memanggil
nama adik saya yang sudah tak ada di dunia ini, terkubur dalam tanah yang
dingin ..”
Ketika Hwon
menyeruput minumannya, bibirnya gemetar.
“Tak ada
yang lebih kejam daripada menyuruhku melupakan nama itu. Yeon Woo adalah
tunanganku. Satu-satunya tunanganku.”
Selanjutnya : The Moon that Embraces the Sun - bab 6
All credits go to the author of The Moon that Embraces the Sun, Jung Eun Gwol. Thanks to Ms. Blue for her English translation from Belectricground. Indonesian translation by Dee from Kutudrama.